Minggu, 01 Mei 2011

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMADIRIAN LANSIA DALAM MELAKUKAN AKTIFITAS KEHIDUPAN SEHARI – HARI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hasil positif yang telah terwujudkan seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang medis dan ilmu kedokteran telah meningkat kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia (Nughoro, 2000:1). Meningkatnya umur harapan hidup berhubungan dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk, terutama jumlah lanjut usia (lansia) yang cenderung bertambah cepat (Depsos RI, 2004:4).
Jumlah lansia diseluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pula tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho,2000:1). Menurut data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan burreau of the cencus USA 1993, dilapoprkan bahwa indonesia pada tahun 1990-2025 akan mengalami kenaikan jumlah lansia sebesar 4,4% , merupakan suatu angka tertinggi diseluruh dunia (Nugroho,2008:2).
Peningkatan jumlah lansia di Indonesia terlihat pada sensus penduduk tiap lima tahun sekali menunjukkan bahwa pada tahun 2000 jumlah lansia sebesar 7,18% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah lansia bertambah lagi menjadi 8,48% dari seluruh penduduk indonesia dan prediksi jumlah lansia pada tahun 2020 akan menjadi 11,34% dari jumlah penduduk Indonesia ( Depsos RI, 2005: 3).
 Berdasarkan data lansia yang di dapat dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Paal V Kecamatan Kota Baru Jambi Tahun 2011, dari bulan Januari sampai April jumlah lansia berjumlah 72 lansia terdiri dari laki-laki 37 dan perempuan 35. Dari 72 lansia terdapat 13 lansia di ruang isolasi yang mendapatkan perawatan khusus dari perawat, yang non isolasi berjumlah 59 lansia, jadi persentase jumlah kemandirian lansia 45,4%.
Menurut salah satu petugas panti sosial tresna werdha budi luhur mengatakan bahwa ada 4 orang lansia yang di isolasi dan perlu mendapatkan perawatan khusus dari perawat dan dari ke 64 lansia ada yang masih dapat melakukan aktifitas sehari – hari secara mandiri, kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi aktif dari perawat lansia.
Fakto yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari, seperti : Usia, Imobilitas, dan mudah jatuh.(Nugroho, 2008:41).
Tingkat kemandirian di pengaruhi oleh faktor – faktor berikut ini : lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 thn (Meriam.R.Siti, 2008:32). Imobilitas adalah ketidak mampuan unutk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang besifat fisik atau mental. Yang dapat ditandai dengan penurunan toleransi aktifitas,penurunan kekuatan otot, penurunan kemandirian (Lueckenotte, 1998: 261).
Disinilah pentingnya panti werdha adalah sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia disamping sebagai tempat rehabilitasi yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungaan panti werdha adalah lebih baik dari pada tinggal di kalangna masyarakat luas ( Mubarak . I.W, 2006: 156).
Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis. Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemndiriannya yang dinilai berdasarkan kemapuan untuk melakukan aktifitas sehari – hari . ( Mariam.R. Siti , 2008:34). Kurang imobilitas fisik merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia akibat berbagai masalah fisik, psikologis, dan lingkungan yang di alami oleh lansia. Imobilisasi dapat menyebabkan komplikasi pada hampir semua sistem organ (Suyono, 2001: 277). Kondisi kesehatan mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia tidak mampu melakukan aktifitas sehari – hari (Suryani, 1999:4).
Peran perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf setinggi – tingginya sehingga terhindar dari penyakit/ gangguan, sehingga lansia tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan dengan mandiri (Mubarak. I. W, 2006: 185).
Berdasarkan fenomena dan data inilah peneliti ttertarik dan perlu melakukan penelitian dengan judul “Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari di panti sosial tresna werdha budi luhur Jambi”.
B.  RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah didalam penelitian ini adalah ‘Bagaimana faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari di panti sosial tresna werdha budi luhur jambi’.

C.  TUJUAN PENELITIAN
  1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui faktor yang mempengeruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari di panti sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.
  1. Tujuan Khusus.
    1. Diketahuinya gambaran tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari di panti Sosial Tresna Werdha udi Luhur Jambi.
    2. Diketahuinya gambaran usia lansiadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur jambi tahun 2011.
    3. Diketahuinya gambaran imobilisasi lansia di panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.
    4. Diketahuinya gambaran kejadia terjatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.
    5. Diketahuinya hubungan usia dengan tingkat kemandirian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.
    6. Diketahuinya hubungan imobilisasi dengan tingkat kemandirian di Panti Sosial Tresna werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.
    7. Diketahuinya hubungan kejadian terjatuh dengan tingkat kemandirian di panti sosial tresna werdha budi luhur jambi tahun 2011.

D.  MANFAAT PENELITIAN
1.      Bagi Departement Sosial
Dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam perkembangan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi. Khususnya pada tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari.
2.      Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi
Agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan pada pengelola panti untuk mempersiapkan berbagai macam kemungkinan yang akan terjadi akibat ketergantungan lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari dan untuk bahan pertimbangan dalam memberikan tindakan dan pelayanan kesehatan yang lebih tepat pada lansia.
3.      Bagi Klien (Lansia)
Penelitian ini diharapkan lansi adapat mengetahui atau memahami masalah yang terjadi pada lansia terutama kemampuan nya dalan melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia, dengan demikian lansia dapat menyesuaikan diri dan berusaha mencapai tingkat kemampuan seoptimal mungkin.

4.      Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan masukan mengenai gambaran kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari, serta aplikasi lapangan bagi mahasiswa yang praktek di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi.
5.      Bagi Penulis
Agar dapat menambah pengalaman pembelajaran dibidang penelitian, dan mengembangkan ilmu keperawatan Gerontologi yang telah di pelajari selama perkuliahan.
6.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan atau sumber untuk penelitian selanjutnya, dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.











RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari di panti sosial tresna werdha budi luhur jambi yang merupakan salah satu panti sosial yang ada di provinsi jambi yang menampung lansia agar mendapatkan perawatan yang layak, respondennya adalah seluruh lansia yang ada di panti sosial tresna werdha budi luhur jambi. Untuk mengetahui hubungan usia, imobilitas dan mudah jatuh dengan tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari – har. Dengan menggunakan kuesioner terpimpin.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Komsep Lanjut Usia
  1. Defenisi
Menurut World Health Organisation (WHO) Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Nugroho, 2008: 34).
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan di alami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, dan tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Menua ( Menjadi tua : anging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Ranah, 2008:1).
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena bersamaan dengan proses kemunduran (Nugroho, 2008:1)
Menurut Paris Constantinides (1994) Menua adalah suatu proses menghilangnya secra perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normal, ketahanan terhadap injuri termasuk adanya infeksi. Proses menua sudah berlangsung sejak seorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tumbuh “mati” sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam penyampaian puncak maupun saat menurunya, namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Mariam. R. Siti, 2008: 32). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Mariam. R. Siti, 2008 :32).
  1. Batasan Umur Lansia
   Batasan umur menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organisation (WHO), ada empat tahap lanjut usia meliputi :
    1. Usia pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 45-59 tahun;
    2. Lanjut usia (Elderly) = antara 60-74 tahun;
    3. Lanjut usia tua (Old) = antara 75-90 tahun;
    4. Usia sangat tua (Very Old) =  diatas 90 tahun.
Klasifikasi pada lansia ada 5 (Mariam. R. Siti, 2008:33), yakni :
1.      Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3.      Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehattan (Depkes RI, 2003).
4.   Lansia Potensial
      Lansia yang masih mampu melakukan aktifitas.
5.   Lansia Tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003).

  1. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a.      Perubahan Fisik
1).  Sel
Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel otak menurun,mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar. (Nugroho, 2008:27).
2).  Kardiovaskuler
Pada sistim kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup jantung, penurunan kemampuan jantung untuk memompakan daarah sebanyak 1% setiap tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, hilangnya elastis pembuluh darah sehingga efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi berkurang dan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke bediri dapat menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan mengakibatkan pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. (Nugroho, 2000:23).
3).  Respirasi
Otot – otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus. (Nugroho, 2000:23)
4).  Pernafasan
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stess. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek (Maryam. R. Siti, 2008:56)
Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan sarafpancaindra yang mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa serta lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan pernafasan menurun dan lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress. (Nugroho, 2000:22)
Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya). Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stess. Saraf pancaindra mengecil. Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Kurang sensitif terhadap sentuhan. Defisit memori. (Nugroho, 2008:55).
5).  Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan.(Maryam. R. Siti, 2008: 56)
Pada sistem pendengaran terjadi atrofi pada membran timpani dan penumpukan serumen yang dapat mengeras karena peningkatan kreatin, sehingga hilangnya kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap suara – suara tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata – kata.(Nugroho, 2000:22)
6).  Penglihatan
Pada sistem penglihatan sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap sinar menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat gelap, terjadi penurunan / hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, sulit untuk melihat dekat yang dapat di pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau. (Nugroho, 2008: 29).
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak. (Maryam. R. Siti, 2008: 57).
7).  Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (Osteoporosis), bungkuk (Kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sclerosis. (maryam. R. Siti, 2008: 57)
Pada sitem muskuloskeletal terjadi gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi. Kekuatan dan kestabilan tulang menurun, terutama pada bagian vetebra, pergelangan. Insiden osteoforosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. Kartilango yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan haus. Kifosis, gerakan pinggang, lutut dan jari – jari pergelangan terbatas, terjadi gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek 9tingginya berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot menjadi kecil sehingga gerakan menjadi lambat, otot kram, dan menjadi tremor (prubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami). Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan jaringan parut). (Nugroho,2008:33).
8).  Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya tahan absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim (Maryam. R. Siti, 2008:57).
9).  Vesika Urinaria
Otot – otot melemah, kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia. (Maryam. R. Siti, 2008:56)
10).Endokrin
Produksi hormon menurun. Pada kelenjar pituitary pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH dan Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progenteron, esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan. (Maryam. R. Siti, 2008:57).
11).Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularirasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk (Maryam. R. Siti, 2008: 57).
Pada sistem integument, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasr, bersisi, timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik – bintik atau noda coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang. (Nugroho, 2008:33).
12). Belajar dan Memori
Kemapuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun. (Maryam.R.Siti, 2008:57).
Lansia yang tidak memiliki demensia atau gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat. Pelayanan kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing lanjut usia yang dilayani.

    1. Perubahan Mental
Menurut (Nugroho, 2008:34) perubahan – perubahan mental yang terjadi pada lanjut usia adalah perubahan pada sikap yang semakin egosentris, mudah curiga dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang di temukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin di hemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga.
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
1).    Perubahan fisik
2).    Kesehatan umum
3).    Tingkat pendidikan
4).    Keturunan (herediter)
5).    Lingkungan
Perubahan mental ketika seseorang memasuki masa lansia akan mempengaruhi kesehatan badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan mempengaruhi perubahan mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian orang tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius akan selalu berambisi untuk lebih mau ketika memasuki masa lansia akan cendrung gelisah, mudah stress, merasa di remehkan, dan tidak siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terbutu – buru, orang tersebut tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif. Bahkan, mereka selalu mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Pandangan seseorang terhadap orang yang sudah lansia berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang baik ini sering menyebabkanorang lansia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada budaya timur, ada tat nilai yang masih mengagungkan dan menghormati orang tua. Orang tua dianggap sebagai orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang selalu menjadi panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap positif “orang Muda” yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh, lemah, siap dibuang, dan menjadi beban orang lain.(Ranah, 2005:15).

  1. Imobilisasi Dan Intoleransi  Aktifitas Lansia
Imobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi sesorang. Walau pun jenis aktifitas berubah sepanjang kehidupan manusia, imobilisasi adalah pusat untuk berpartisipasi dan menikmati kehidupan. Mempertahankan imobilisasi optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia.
Tujuannya adalah:
a.       Mengidentifikasi pentingnya mempertahankan imobilisasi pada lansia.
b.      Menggambarkan dampak fisiologis dari imobilisasi dan ketidak efektifan.
c.       Menggambarkan intervensi yang tepat yang mengarah pada pencegahan primer , skunder, dan tersier dari imobilisasi dan intoleransi aktifitas.
d.      Membuat daftar keuntungan – keuntungan fisiologis, psikologis dan psikososial dari program latihan untuk lansia.
e.       Menggambarkan komponen esensial dari program latihan fisik secara teratur kepada lansia.
f.       Menggambarkan program latihan yang tepat bagi klien lansia dan intoleransi aktifitas.
B. Teori Proses Menua
1.   Defenisi
Tahap dewasa merupakan tahap tumbuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai mnyusut dikarenakan bekurangnya jumlah sel – sel yang ada dalam tubuh , sehingga akibatnya tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan – lahan ( Maryam .R.Siti, 2008: 45).
Penuaan atau proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsinya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi sserta memperbaiki kerusakan yang diderita.( Maryam.R. Siti,2008 : 46).
Menurut world health organisasion (WHO) dan UU no.13 tahun 1998, tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua, menua bukan suatu penyakit tetapi suatu proses yang berangsur – angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian(Nugroho, 2008:11).
Proses menua (aging) adalah proses yang di sertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologi, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. (Ranah, 2006 :4).
2.   Teori – teori Proses Menua
a.   Teori Biologi
1).  Teori genetik Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik, setiap spesies mempunyai didalamnya inti selnya jam genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jadi bila jam ini berhenti kita akan meninggal duni tanpa di sertai dengan keadaan lingkungan / penyakit.
2).  Teori Mutasi (teori error catastrapho)
Menurut teori ini, menua disebabkan kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu yang lama dalam transkripi dan trnslasi. Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang sama dan berakibat metabolisme yang salah, sehingga dapa mengurangi fungsional sel walau pun dalam batasan tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat di perbaiki , namun kemampuan memperbaiki diri terbatas pada transkripsi yang akan menyebabkan kesalahan sintesis protein enzim yang dapat menimbulakn metabolisme berbahaya.(Nugroho,2008:14).
3).  Teori Auto Immune
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistim imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan akit (Nugroho,2008:14).
4).  Teori Radikal Bebas
Radikal bebas terdapat didalam bebas dan didalam tubuh karena ada proses metabolisme atau proses pernafasan didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat relatif mengikat atom atau melokul alin yang meniimbulakn berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (sel atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik misalnya: karbo hidrat dan protein. (Nugroho , 2008:14).

b.      Teori Psikologi
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan dengan mental dan keadaan fungsional. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami saat berinteraksi(Mariam.R.Siti,2008:47).
Menurut Birren dan Jenner (1997) yang menunjukan kemapuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian situasi yang dihadapi ( Nugroho,2006:21)
c.       Teori Sosial
Peran yang dihadapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Toeri ini terdiri dari :
1).    Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat.
Simmons (1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin intraksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemapuannya untuk melakukan tukar menukar (Mariam.R.Siti, 2008:48)
2).    Teori aktifitas
Menurut palmore (1965) dan Lemon etal (1972) penuaan yang sukses bergantung dari bagai mana seseorang lansia merasakan kepusan dalam melakukan aktifitas serta mempertahankan aktifitas tersebut lebih dari penting dibandingkan kuantitas dan aktifitas yang dilakukan. Dari sisi lain aktifitas lansia menurun, akan tetapi dilain sisi dapat dikembangkannya, seperti : peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan prilaku mereka semasa mudanya(Maryam .R.Siti, 2008: 50).
3).    Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia , pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lansia dapat terlihat bahwa gaya hidup, prilaku dan harapan seseorang menyatakan tidak berubah meskipun telah menjadi lansia(Maryam . R. Siti,2008:51).
C.  Tingkat kemandirian Lansia dalam melakukan AKS
1.   Pengertian kemandirian
   Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. (Maryam .R.Siti, 2008:174). Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana indifidu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Zulfajri , 1995:547)
2.   Gambaran Tingkat Kemandirian Lansia
Lansia yang mandiri adalah lansia yang kondisinya sehat dalam arti luas masih mampu unutk menjalankan kehidupan pribadinya(Partini, 2005:3).
Kemadirian pada lansia meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari , seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK, atau BAB, serta dapat makan sendiri(Ranah,2006:4).
  1. Aktifitas Kehidupan sehari - hari pada Lansia
Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.penetuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam.R,Siti, 2008:177).
Menurut (Maryam.R.Siti,2008:177) dengan menggunakan indeks kemandirian Katz untuk AKS yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal makan , kontinen (BAB/BAK), berpindah kekamarmandi dan berpakaian. Dapat diberi penilaian dalam melakukan aktifitas sehari – hari sebagai berikut:
a.       Mandi
1.      Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
2.      Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh , bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b.      Berpakaian
1.      Mandiri : menganbil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancing / mengikat pakaian.
2.      Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c.       Kekamar kecil
1.      Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri.
2.      Bergantung : menrima bantuan untuk masuk kekamar kecil dan menggunakan pispot.
d.      Berpindah
1.      Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri.
2.      Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.
e.       Kontinen
1.      Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
2.      Bergantung : inkontinesia persial atau total : menggunakan kateter dan pispot, enema dan pembalut / pempers.
f.       Makanan
1.      Mandiri :  mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
2.      Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral atau melalui naso gastrointestinal tube (NGT).

D.  Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian pada lansia
1.   Usia
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ( Depkes RI, 2003).
Lansia yang telah memasuki usia 70 tahun, ialah lansia resiko tinggi. Biasanya akan menghalangi penurunan dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari – hari . (Maryam.R.Siti, 2008: 33).
Batasan umur menurut organisasi kesehatan dunia world health organisation (WHO), ada 4 tahap lanjut usia meliputi :
a.       Usia pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 45-59 tahun;
b.      Lanjut usia (Elderly) = antara 60-74 tahun;
c.       Lanjut usia tua (Old) = antara 75-90 tahun;
d.      Usia sangat tua (Very Old) =  diatas 90 tahun.
(Nugroho,2006:24)
2.   Imobilitas
a.       Defenisi
Imobilitas adalah ketidak mampuan untuk bergerak secra aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental ( Lueckenotte, 1998:261).
b.      Etiologi
1.      Gangguan sendi dan tulang.
2.      Penyakit rematik seperti pengapuran atau patah tulang tentu akan mengahambat pergerakan (imobilisasi).
3.      penyakit saraf
4.      adanya stroke, penyakit parkinson dan gangguan saraf.
5.      penyakit jantung atau pernafasan
6.      gangguan penglihatan
7.      masa penyembuhan

c.       Manifestasi klinis
1.      Penurunan toleransi aktivitas.
2.      penurunan kapasitas kebugaran.
3.      penurunan masa otot tubuh.
4.      penurunan kekuatan otot.
5.      penurunan kemandirian.
6.      penurunan kemandirian.
7.      atropi muscular.
d.      Patofisiologi
Keletihan atau kelemahan , batasan karakteristik intoleran aktifitas telah diketahui sebagai penyebab paling umum yang paling sering terjadi dan menjadi keluhan pada lansi. Imobilisasai untuk sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba – tiba, bergerak dari imobilisasi penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak efektifan, tetapi berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.

e.       Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut :
1).    Infeksi saluran kemih
2).    Sembelit
3).    Infeksi paru
4).    Gangguan aliran darah
5).    Luka tekan sendi dan kaku

f.       Pemeriksaan fisik
1.      Mengkaji skeletal tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2.      Mengkaji tulang belakang
-          Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
-          Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
-          Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebih)
3.      Mengkaji sistem persendian
Gerakan luas di evaluasi baik aktif mau pun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolah, adanya kekakuan sendi.
4.      Mengkaji sistem otot kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing – masing otot. Lingkaran ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atrofi, nyeri otot.
5.      Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yan glain. Berbagai kondisi neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (Misal : Cara berjalan spastic hemiparesis stroke).

3.   Mudah Terjatuh
jatuh pada lansia merupakan masalah yan gpaling sering terjadi. Penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan didalamnya, baik faktor intrinsik maupun dari dalam diri lanjut usia. Misanya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop atau pusing. Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai yan glicin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya, memang tidak dapat dibantah bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik atau mentallnya pun perlahan pasti menurun. Akibatnya, aktifitas hidupnya akan terpengaruh, yan gpada akhirnya akan dapat mengurangi ketegapan dan kesigapan seseorang. Sekitar 30 – 50% dari populasi lanjut usia (yang berusia 65 tahun)keatas mengalami jatuh setiap tahunnya. Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang, perempuan lebih sering jatuh dibanding dengan lanjut usia laki – laki (Nugroho, 2008:41).
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuluskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural, jatuh terjadi manakala sistem pengontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penompang (kaki saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini sering kali merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien berobat. (Nugroho, 2008:42). Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring / terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
Untuk lebih dapat memahami faktor resiko jatuh, harus mengerti bahwa stabilitas tubuh ditentukan atau dibentuk oleh:
  1. Sistem sensori. Pada sistem ini, yang berperan adalah penglihatan dan pendengaran. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Begitu pula , semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran.
  2. Sistem Saraf Pusat (SSP). Penyakit SSP sehingga berespons tidak baik terhadap input sensori.
  3. Kogitif. Pada beberapa penelitian, dimensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.
  4. Muskuloskeletal. Faktor ini berperan besar pada terjadinya jatuh lanjut usia (faktor murni). Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan hal ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis,  misalnya:
a.       Kekakuan Jaringan penyambung.
b.      Berkurangnya massa otot.
c.       Perlambatan kondisi saraf.
d.      Penurunan visus/ lapang pandang.
Semua ini menyebabkan :
a.       Penurunan range of motion (ROM) sendi.
b.      Penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas.
c.       Perpanjangan waktu reaksi.
d.      Goyangan badan.
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah yang pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat, dan endrung gampang goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan, seperti : terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga mudah jatuh.
Secara singkat, faktor resiko jatuh pada lanjut usia itu dapat digoliongkan menjadi 2, yaitu faktor instrinsik ( faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri) dan faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan).
Faktor instrinsik, misalnya :
    1. Gangguan jantung atau sirkulasi darah.
    2. Gangguan sistem susunan saraf.
    3. Gangguan sistem anggota gerak.
    4. Gangguan penglihatan dan pendengaran.
    5. Gangguan psikologis.
    6. Gangguan gaya berjalan.
    7. Fertigo
    8. Artritis lutut.
Faktor ekstrinsik, misalnya :
1.      Cahaya ruangan yang kurang terang.
2.      Lingkungan yang asing bagi lanjut usia
3.      Lantai yang licin
4.      Turun tangga
5.      Kursi roda yang tak terkunci
E.     Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut ini :

 



(Nugroho, 2008: 41)
F.   Landasan Teori
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahankemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau  mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di derita. (Maryam. R. Siti, 2008: 46).
Menurut para ahli gerontologi faktor – faktor yan gmempengaruhi tingkat kemandirian lansia belum dapart diketahui secara pasti. Namun dapat dilihat dari tinjauan teoritis yang telah di jabarkan di atas.


G.  Kerangka Konsep
Dari kerangka teori penelitian mengacu pada faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari antara lain : Usia, Imobilisasi, Mudah terjatuh.
Dalam penelitian ini penulis dapat membuat kerangka konsep berdasarkan pada tujuan penelitian.
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka konsep penelitian ini secara sistimatis dapat dilampirkan sebagai berikut : Usia, Imobilisasi, Mudah terjatuh.
Kerangka Konsep
            Variebel independent                                                  Variabel Dependent


 



H.  Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.      Ada hubungan antara usia dengan tingkat kemandirian
2.      Ada hubungan antara imobilitas dengan tingkat kemandirian.
3.      Tidak ada hubungan antara mudah terjatuh dengan tingkat kemandirian
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, A. P. (2005) Sehat & Bugar Pada Usia Lanjut, Edisi I, Agromedia Pustaka : Jakarta
Depkes RI.(2003) Batasan Umur Pada Lansia
Lueckenotte. (1989). Pengkajian Gerontologi. Ahli bahasa oleh : Aniek maryunani. Jakarta : EGC
Maryam, R. Siti, dkk, (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba Medika
Nugroho. (2000) Keperawatan Gerontologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Nugroho. (2008) Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta : EGC






1 komentar: