Minggu, 01 Mei 2011

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL USIA 10-14 TAHUN DI SDLB PROF. DR. SRI SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN, SH KOTA JAMBI TAHUN 2010..OLEH DARWIS AKPER TELANAI BHAKTI JAMBI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesehatan mental sebagai salah satu bidang psikologi, yang merupakan gabungan semua fungsi-fungsi psikologi yang dikerjakan manusia. Dengan bekal mental atau kecerdasan yang memadai, dinamika hidup menjadi lebih indah dan harmonis sebab melalui kecerdasan mental manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Kesehatan mental yang normal sangat berkaitan erat dengan proses tumbuh kembang seseorang dengan suasana-suasana dan pengalaman yang telah dilaluinya dalam masa pertumbuhan tersebut (Langgulung, 2001: 6).
Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tahap tumbuh kembang dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu. Tahapan tumbuh kembang yang paling memerlukan perhatian adalah pada masa anak-anak. Oleh karena itu, upaya untuk mengoptimalkan perkembangan dan kemandirian anak adalah sangat penting. Pencapaian suatu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada anak berbeda-beda dan anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas, sehingga anak tidak mengalami kebingungan (Nursalam, 2008: 34).


1
 
 

Memiliki anak yang sehat, aktif dan cerdas adalah impian setiap orang tua. Sayangnya, karena beberapa faktor impian ini tak bisa diwujudkan. Sang buah hati lahir dengan kelainan yang mengakibatkan gangguan pada perkembangan kognitif dan perkembangan sosialnya, sehingga menyebabkan dampak keterlambatan dalam bahasa (disleksia), menunjukkan sedikit kelainan fisik dan masalah kesulitan menulis (disgrafia). Namun para orang tua, perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan lembaga yang khusus menangani perkembangan anak dengan retardasi mental (Galih A, 2008: 7).
Penyakit retardasi mental merupakan penyakit gangguan mental dimana fungsi intelegensi yang rendah, disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Dimana, fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient). Apabila IQ di bawah 70, maka anak dinyatakan mengalami retardasi mental. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan ingatannya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah (Soetjiningsih, 2000: 192).
Beban yang ditimbulkan oleh gangguan mental sangat besar. Hasil studi Bank Dunia menunjukkan, Global Burden of Disease akibat masalah kesehatan mental mencapai 8,1 %. Menurut WHO tahun 2001, berdasarkan standar skor dari kecerdasan kategori AAMR (American Association of Mental Retardation) gangguan mental manual klasifikasi penyakit menempati urutan kesepuluh di dunia. Prevalensi retardasi mental pada tahun 2004 menurut laporan kongres tahunan (Annual Report to Congress) menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah menyandang retardasi mental dengan perbandingan laki-laki 60 % dan perempuan 40%, dilihat dari kelompok usia sekolah (Siswono, 2001).
Prevalensi penduduk di Indonesia yang mengalami retardasi mental menurut data semua propinsi yang ada di Indonesia dan jenis kecacatannya pada tahun 2000 adalah 189.625 anak (12,72 %). 4 insidennya sakit diketahui karena retardasi mental tahap ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah muncul dengan puncak umur 10-14 tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2000: 27).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2007 jumlah penderita retardasi mental semua umur sebanyak 42 orang (53,85%). Dan jumlah penderita retardasi mental pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 29 orang (37,18%), kemudian pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis pada penderita penyakit retardasi mental yaitu tercatat sebanyak 7 orang (8,7%).
Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan berperilaku setiap hari. Lingkungan keluarga secara langsung berpengaruh dalam mendidik seorang anak karena pada saat lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dari keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan suatu perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapat kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pengalaman sesuai dengan tingkat perkembangannya (Grahacendikia, 2009).
Orang tua dan anak yang menderita retardasi mental sangat berperan dalam melatih dan mendidik dalam proses perkembangannya. Tanggung jawab dan peran orang tua sangat penting terhadap anak yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya retardasi mental untuk membantu mengembangkan perilaku adaptif sosial yaitu kemampuan untuk mandiri, maka dari itu orang tua harus mengetahui cara yang paling efektif digunakan untuk mendidik dan membentuk kemandirian anak. Dimana potensi intelektualnya bisa tumbuh dengan baik dan mampu menghadapi kehidupan yang realistik dan objektif (Langgulung, 2001: 7).
Perkembangan kemandirian individu sesungguhnya merupakan perkembangan hakikat manusia. Atas dasar kelemahan yang melekat pada pandangan yang yang berpusat pada masyarakat maka kemandirian perlu di pahami. Proses ini mengimplikasikan bahwa manusia berhak memberikan makna terhadap dasar proses mengalami sebagai konsekwensi dari perkembangan  berpikir dan penyesuaian kehendaknya. Kemandirian juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu gen atau keturunan orang tua, sistem pendidikan sekolah, sistem kehidupan dimasyarakat serta peran orang tua dimana didalamnya terdapat kebutuhan asuh, asih dan asah. Dengan demikian kemandirian yang dimiliki adalah kemandirian yang utuh (Ali, 2008: 110).


Hubungan anak yang cacat mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan hubungan anak yang intelegensinya normal dengan orang tuanya. Oleh karena itu, Orang tua dari anak cacat mental harus menerima cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya itu. Di samping itu, mereka harus menghindari tujuan-tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai dan mereka harus menyadari juga bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhanya. Jika anak mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperhatikannya dan mereka puas, maka dengan ini ia banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar (Semiun, 2006: 274).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fitriani tentang peran orang tua terhadap anak usia 4-5 tahun pada tahun 2007 di TK Al-Falah Kota Jambi. Bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan tingkat perkembangan sosial dan kemandirian anak. Dimana 51,7% peran orang tua baik dan selebihnya 41,7% peran orang tua tidak baik. Hal ini disebabkan oleh peran orang tua yang selalu memanjakan anak menyebabkan anak kurang matang secara sosial, kurang mandiri dan kurang percaya diri.
Menurut data persemester di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi, tahun pelajaran 2007-2008 yang mengalami retardasi mental sebanyak 71 anak (54,36%), dan pada tahun 2008-2009 jumlah siswa yang mengalami retardasi mental terjadi peningkatan sebanyak 79 anak (52,66%), kemudian pada tahun 2009-2010 anak yang mengalami retardasi mental meningkat kembali menjadi 82 anak (45,81%).
Menurut data dokumentasi di  SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi untuk kategori umur 10-14 tahun. Prevalensinya umur 10 tahun berjumlah 13 anak (30,23%), umur 11 tahun berjumlah 10 anak (23,25%), umur 12 tahun berjumlah 9 anak (20,93%), umur 13 tahun berjumlah 7 anak (16,27%) dan umur 14 tahun berjumlah 4 anak (9,30%).  
Dimana sampai saat ini penyakit retardasi mental masih merupakan masalah kesehatan pada anak di propinsi Jambi, di tinjau dari meningkatnya penyandang cacat mental dari tahun 2007-2010. Dan berdasarkan data persemester di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dimana jumlah penderita retardasi mental pada anak yang tertinggi adalah di SD, berdasarkan teori penyakit retardasi mental gejalanya muncul pada masa perkembangan yaitu tahap anak-anak. Karena apabila muncul pada tahap dewasa hal tersebut sudah merupakan tahap lanjut dari penyakit retardasi mental.
Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Di SDLB  Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi Tahun 2010.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Peran Orang Tua Dengan Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Usia 10-14 Tahun di SDLB  Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi Tahun 2010.
C.  Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Usia 10-14 Tahun di SDLB  Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi Tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian
1.      Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Sebagai masukan dan informasi untuk meningkatkan perencanaan program yang lebih baik pada Dinas Kesehatan tentang  hubungan peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.      Bagi SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi
Sebagai masukan dan informasi bagi guru atau pengajar untuk mengetahui hubungan peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental. Sehingga dapat menyusun langkah-langkah, perencanaan dan program sistem pendidikan khususnya anak retardasi mental.
3.      Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan acuan bagi mahasiswa selanjutnya dalam melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda.
4.      Bagi Peneliti
Penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu teoritis yang diperoleh dari materi perkuliahan kedalam praktek kerja lapangan serta untuk pengembangan diri dan  menambah wawasan peneliti sehingga dapat meningkatkan ilmu pengetahuan.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi Tahun 2010. Penelitian ini adalah penelitian metode analitik koleratif dengan desain Cross sectiona. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak Retardasi Mental Usia 10-14 tahun di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi Tahun 2010 yang dilakukan pada bulan Maret-Juli 2010. Untuk membatasi terlalu luasnya pembahasan penelitian ini, maka dibatasi untuk melihat hubungan antara peran orang tua (Variabel Independent) terhadap tingkat kemandirian anak Retardasi Mental (Variabel Dependent) di SDLB Prof Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi. Populasi penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak Retardasi Mental usia 10-14 tahun di SDLB Prof Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH. Dimana cara pengambilan sampel dengan tehnik Total Sampling.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Retardasi Mental
1.      Pengertian
Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990) retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH (dikutip dari Toback C) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang di tandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Soetjiningsih, 2000: 191).
Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) (dikutip dari Hallahan, 1986) retardasi mental adalah apabila kecerdasan secara umum di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian social dalam setiap fase perkembangan (Mohammad Ali, 2006: 89).
Menurut Aziz Alimul Hidayat (2005: 44) retardasi mental merupakan gangguan dalam perkembangan dimana terjadi gangguan dalam fungsi intelektual yang subnormal adanya perilaku adaptif social dan timbul pada masa perkembangan yaitu di bawah umur 18 tahun.


9
 
 

Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2001: 225) retardasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan dalam perkembangan adaptif. Perkembangan adaptif adalah kemampuan individu secara efektif menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Sedangkan menurut Rusdi Maslim (2006: 119) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang berhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hambatan keterampilan selama masa perkembangan , sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh.
Sedangkan menurut Melly (2007: 176), seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.       Fungsi intelektual umum di bawah normal
b.      Terdapat kendala dalam perilkau adaptif social
c.       Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient).
IQ adalah MA / CA x 100%
M.A = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test
C A = Chronological Age, untuk berdasarkan perhitungan tanggal lahir

2.      Etiologi
Menurut Mohammad Ali (2006: 91) etiologi terjadinya retardasi mental pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya yaitu di bawah sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lain (faktor eksogen).
Sedangkan menurut Galih A (2008: 28) adapun beberapa faktor penyebab dari retardasi mental itu sendiri adalah:
a.       Keturunan
1)      Kromosom abnormalitas
2)      Kretinisme
3)      Adanya kerusakan kromosom
b.      Masa kelahiran
1)      Infeksi
2)      Kelahiran premature
3)      Kelahiran anoxia
c.       Masa setelah lahir dan masa kanak-kanak
1)      Penyakit (hydrocepalus)
2)      Keracunan (carbonmonoxida)

3.      Klasifikasi
Menurut Galih A Veskarisyanti (2008: 29) klasifikasi retardasi mental ada beberapa macam yaitu:

a.       Retardasi Mental Ringan (Mild Mental Retardation)
1)      IQ 52 – 67
2)      Karakteristik:
a) Tidak memperlihatkan kelainan fisik
b) Agak mengalami keterlambatan dalam belajar
c) Mampu mandiri (mandi, makan, berpakaian)
d) Mengalami kesulitan dalam pelajaran sekolah
b.      Retardasi Mental Sedang (Moderate Mental Retardation)
1)      IQ 36 – 51
2)      Pada masa ini anak dapat diajarkan lewat program training keterampilan social
3)      Karakteristik:
a) Termasuk mampu latih untuk melakukan keterampilan
b) Terkadang menampakkan kelainan fisik berupa gejala bawaan
c) Lambat dalam pengembangan pemahaman penggunaan bahasa
d) Ada yang agresif dan sikap bermusuh terhadap yang belum kenal
c.       Retardasi Mental Berat (Severe Mental Retardation)
1)      IQ 20 – 35
2)      Anak pada kondisi inimengalami kecacatan yang cukup membutuhkan perawatan khusus
3)      Karakteristik:
a) Menunjukkan banyak masalah terkadang ada yang bisa berkomunikasi, tetapi juga ada yang sama sekali tidak bisa berkomunikasi
b) Mengalami gangguan bicara
c) Tidak mampu mengurus diri sendiri
d.      Redardasi Mental Sangat Berat (Profound Mental Retardation)
1)      IQ dibawah 20
2)      Karakteristik:
a) Menampakkan kelainan fisik yang nyata
b) Mengalami gangguan serius pada fungsi psikomotorik
c) Penyesuaian diri sangat kurang
d) Selalu butuh pengawasan  dan bantuan
e) Pemahaman dan penggunaan bahasa yang sangat terbatas
e.       Severity Unspesified MR adalah mereka yang memiliki gangguan MR namun karena keparahanyang dimiliki, tidak dapat dilakukan tes terhadapnya.
Menurut Soetjiningsih (2000: 192) intelegensi dapat di klasifikasi berdasarkan nilai IQ-nya sebagai berikut:




Table 2.1
Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi
Nilai IQ
Sangat superior
Superior
Diatas rata-rata
Rata-rata
Dibawah rata-rata
Retardasi mental borderline
Retardasi mental ringan
Retardasi mental sedang
Retardasi mental berat
Retardasi mental sangat berat
130 atau lebih
120 - 129
110 - 129
90 - 110
80 - 89
70 - 79
52 - 69
36 - 51
20 - 35
Dibawah 20
Sumber: Swaiman (1989)

4.      Tanda dan Gejala
a.       Mengalami keterlambatan perkembangan kognitif
b.      Mengalami keterlambatan perkembangan motorik
c.       Keterampilan komunikasi sangat terbatas
d.      Keterlambatan dalam kemampuan mengontrol diri
e.       Canggung dalam mengadakan interaksi social
f.       Tingkat intelegensi rendah
g.      Perubahan fisik abnormal (mikrosefali, sindrom down)
h.      Wajah hypertelorisme
i.        Ekpresi wajah tumpul

5.      Penatalaksanaan Perawatan Terhadap Anak Retardasi Mental
Menurut Arif Mansjoer (2001: 226) bagian-bagian paling penting dari pengobatan retardasi mental adalah sebagai berikut:
a.       Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang dapat menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk meningkatkatkan pengetahuan dan masyarakat umum. Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat, aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan anak yang optimal. Konseling keluarga dan genetik dapat membantu.
b.      Pencegahan sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit. Dalam pelaksanaanya meliputi intervensi farmakologis.
c.        Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi, dimana pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan pencegahan sekunder yang terdiri dari pendidikan untuk anak, terapi prilaku, kognitif, pendidikan keluarga  dan psikodinamika. Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif dan social.
6.      Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderitaretardasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):
a.      Kromosomal kariotipe
1)      Terdapat kelainan fisik yang tidak khas
2)      Anamnesis ibu terancam zat-zat teratogen
3)      Ganitalia abnormal
b.      EEG (Electro Ensefalogram)
1)      Gejala kejang yang dicurigai
2)      Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c.       CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
1)      Kejang local
2)      Tuberous sklerisis
3)      Pembesaran kepala yang progresif
4)      Dicurigai adanya tumor intrakranial
d.      Titer virus untuk infeksi congenital
1)      Mikroptalmia
2)      Mikrosefali
3)      Chorioretinitis
4)      Klasifikasi intracranial
5)      Neonatal hepatosplenomegali

e.       Serum asam urat (Uric acid serum)
1)      Gout
2)      Sering mengamuk
3)      Choreoatetosis
f.       Laktat dan pirupat darah
1)      Asidosis metabolic
2)      Kejang mioklonik
3)      Ataksia
4)      Opthalmoplegia
5)      Kejang dini dan hipotonia
6)      Kelemahan yang progresif
7)      Episode seperti stroke yang berulang

B.     Konsep Kemandirian
1.      Pengertian
Kata kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat imbuhan yang kemudian membentuk suatu kata sifat. Dalam bahasa sehari-hari anak mandiri sering dikonotasikan dengan anak yang mampu makan sendiri atau mandi sendiri. Sebaliknya, anak yang tidak mandiri berarti anak yang segala aktivitasnya semua harus dilayani oleh lingkungannya (Mohammad Ali, 2008: 109).

Menurut Deborah K. Parker (2006: 226) kemandirian (self- relience) merupakan kemampuan untuk mengola semua miliknya sendiri, dan mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian berhubungan dengan tugas dan ketrampilan bagaimana mengerjakan sesuatu, bagaimana mencapai sesuatu atau bagaimana mengola sesuatu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak yang mandiri adalah anak yang diberi kesempatan untuk menerima dan menjadi dirinya sendiri. Orang tua yang memperlakukan anak-anak menurut kekhasan mereka masing-masing adalah orang tua yang belajar bersikap positif menghadapi berbagai perbedaan karakter ataupun penampilan anak.

2.      Tingkat Kemandirian
Menurut Mohammad Ali (2008: 117) tingkat kemandirian terdiri dari:
a.       Mandiri
Anak yang mampu memenuhi  kebutuhanya, baik kebutuhan naluri maupun kebutuhan fisik oleh dirinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain
b.      Ketergantungan Ringan
1)      Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2)      Makan dan minum dilakukan sendiri
3)      Kegiatan dengan pengawasan
4)      Status psikologi stabil
c.       Ketergantungan Sedang
1)      Kebersihan diri dibantu
2)      Makan dan minum dibantu
3)      Kegiatan di bantu tapi tidak keseluruhan
d.      Ketergantungan Berat
Semua kebutuhan anak dibantu

3.      Beberapa Hal yang Dapat Membentuk Kemandirian Anak
a.       Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri terbentuk ketika anak diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal yang ia mampu kerjakan sendiri. Hal terbesar yang dapat menghambat rasa percaya diri anak adalah ketakutan dan kekhawatiran orang tua. Perasaan tersebut dapat membuat orang tua cenderung untuk selalu menangani pekerjaan yang sebenarnya dapat dilakukan anak sendiri.
b.      Kebiasaan
Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari adalah membentuk kebiasaan. Kalau anak sudah terbiasa  dimanja dan selalu dilayani, anak akan menjadi ketergantungan dengan orang lain. Tapi, jika anak sudah dibiasakan untuk mandiri tapi tetap dengan pengawasan dapat meningkatkan pribadi yang mandiri pada anak tersebut.
c.       Disiplin
Kemandirian berkaitan erat sekali dengan disiplin, sebelum seseorang anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri. Anak terlebih dahulu harus disiplin oleh orang tuanya. Syarat utama dalam hal ini adalah pengawasan dan bimbingan yang konsisten dan konsekuen dari orang tua.
d.      Membangun Komunikasi Anak Dengan Tuhan
Orang tua yang mendidik anak dalam kehidupan religius yang kuat sejak masa anak-anak adalah orang tua yang bijaksana mengantarkan anaknya pada suatu landasan yang teguh. Sebab pada situasi ketika anak jauh dari orang tua atau ketika anak harus menjawab sendiri perubahan-perubahan dalam hidup yang tidak selalu dapat segera diatasinya, ia akan selau menemukan rasa aman dalam hubungan spiritual yang kokoh.
e.       Latihan
Latihan keterampilan praktis, disiplin dan tanggung jawab dalam berbagai sektor kehidupan akan menolong anak merasa aman dengan dirinya. Orang tua pada umumnya lebih banyak memberi waktu dan perhatian awal kepada anak dimasa pertumbuhan. Misalkan, biarkan anak-anak mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab di rumah.


f.       Melatih Anak Untuk Mengambil Keputusan
Latihan anak untuk mengambil keputusan terhadap hal-hal tertentu dalam kehidupan dan melatih sikap menghadapi kekecewaan dan penolakan yang biasa saja terjadi akibat keputusan tersebut.
g.      Jangan Memindahkan Kecemasan Dan Rasa bersalah
Sebagai orang tua jangan memindahkan kecemasan dan rasa bersalah dengan menutup kesempatan anak untuk bersosialisasi. Kadang-kadang dalam ketakutan orang tua menjadi berlebihan dalam memberi fasilitas perlindungan kepada anak sehingga membuat anak menjadi resah (Deborak K. Parker. 2006: 157).

4.      Faktor- faktor yang mempengaruhi kemandirian
Menurut Mohammad Ali (2008: 118) bahwa ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:
a.       Gen atau Keturunan orang tua
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya yang menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.

b.      Peran Orang Tua
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain terhadap seseorang sesua kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil, sementara untuk posisi tersebut merupakan identifikasi dari status tentang seseorang dalam suatu sistem social dan merupakan perwujudan aktualisasi diri. Peran juga dapat diartika sebagai bentuk dari prilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Wahit Iqbal Mubarak, 2006: 259).
Menururt Notoatmodjo (2003: 29), berkaitan dengan kesehatan keluarga maka orang tua merupakan sasaran utama dala promosi kesehatan, karena merupakan peletak dasar perilaku. Sebab secara naluriah suka atau tidak mereka harus merawat dan mengasuh anak dari mulai menggendong, memandikan memenuhi kebutuhan anak termaksud mengembangkan kemampuan anaknya.
Peran orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian orang tua sangat mempengaruhi perkembangan dan kemandirian terhadap anak. Dan prosesnya haruslah realistis dan sesuai dengan usia mereka, karena para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seseorang yang memiliki kepribadian baik atau buruk (Gracia Zhuo, 2008: 71).
Perhatian dan kedekatan orang tua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam mencapai apa yang diinginkan. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Tapi, kasih sayang yang diberikan secara berlebihan akan mengarah memanjakan, bahkan dapat menghambat dan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak menjadi manja, kurang mandiri dan ketergantungan pada orang lain (Soetjiningsih, 2000: 9).
Menurut Melinda  J. Vitale (2007: 39) peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan psikologi anak. Orang tua merupakan pemberi motivasi dan membantu dalam kecemasan dan mencari tahu apa yang mesti dilakukan untuk terus mengembangkan identitas dan kemandirian anak, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya pada anak. Kedekatan anak dan orang tua memiliki  makna dan peran yang sangat dalam setiap aspek kehidupan keluarga.

1.      Peran Orang Tua Berdasarkan Kebutuhan Dasar
a.       Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik (Asuh)
1)      Orang tua memberikan kebutuhan anak, seperti makan dan minum
2)      Orang tua memberikan kebutuhan  anak pakaian yang layak sama dengan anggota keluarga yang lain
3)      Orang tua memberikan kebutuhan anak perawatan kesehatan dasar, seperti membawa anak rutin control kesehatan
4)      Orang tua memberikan kebutuhan anak Kesegaran jasmani, seperti mengajak anak untuk berolahraga
5)      Orang tua memandikan dan menggosok gigi anak
b.      Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik Emosional (Asih)
1)      Orang tua memperkenalkan anak sebagai bagian dari keluarga
2)      Orang tua memberikan rasa aman bagi anak untuk melakukan aktivitasnya
3)      Orang tua memotivasi anak untuk bergaul dengan teman-temannya
4)      Orang tua dapat menerima keadaan yang cacat
5)      Orang tua jangan memperlakukan anak berbeda dengan anggota keluarga yang lain
c.       Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik Stimulasi (Asah)
1)      Orang tua mengajarkan anak berkomunikasi secara lisan
2)      Orang tua mengajarkan anak tentang pengetahuan akademis
3)      Orang tua mengajarkan anak cara perpakaian
4)      Orang tua mengajarkan anak latihan BAB dan BAK sendiri
5)      Orang tua mengajarkan anak cara memegang pensil
6)      Orang tua membujuk anak bila anak bersikap berbeda dari anggota keluarga yang lain, misalnya pendiam atau menarik diri (Nursalam, 2008: 41).
Peran orang tua akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang tanpa penjelasan yang rasional dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarga dapat mendorong kelancaran perkembangan dan kemandirian anak.
c.       Sistem Pendidikan di Sekolah
Proses pendidikan disekolah  yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan cenderung menekan dan menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang menekankan pentingnya pemberian hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak.
d.      Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya struktur sosial, kurang aman serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekpresi potensi anak dalam bentuk berbagai kegiatan dan tidak terlau hierarkis akan mendorong perkembangan kemandirian anak.

C.    Kerangka Teoritis
Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini kerangka teori yang digunakan adalah teori Mohammad Ali (2008), dimana ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian yaitu: gen atau keturunan, peran orang tua, sistem pendidikan disekolah dan sistem kehidupan di masyarakat. yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1
Kerangka Teori
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian


 












Sumber : Mohammad Ali (2008: 118)






BAB III
KERANGKA KONSEP

A.    Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, maka kerangka konsep penelitian ini disesuaikan dengan teori Mohammad Ali, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak yaitu: gen atau keturunan orang, peran orang tua, sistem pendidikan disekolah dan sistem kehidupan di masyarakat. 
Namun dalam penelitian ini peneliti tidak memasukkan semua variabel dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan peneliti, tenaga, waktu dan biaya. Dalam penelitian ini dengan pertimbangan kepentingan dilapangan, peneliti hanya mengambil dua variabel yaitu peran orang tua dan kemandirian anak.
Maka secara sistematis kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Kemandirian Anak
Retardasi Mental
 
                 Variabel Independen               
Peran Orang Tua
 
                 Variabel Dependen
         

27
 
         
B.     Defenisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep, peneliti menetapkan variabel-variabel penelitian tersebut pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.2
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No
Variabel
Defenisi
Operasional
Skala ukur
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
1.












 

2.
Peran
orang tua












Kemandirian anak
Perhatian dan kedekatan orang tua dalam asuh, asih dan asah










Anak mampu memenuhi kebutuhan sendiri dengan bimbingan orang tua
Ordinal













Ordinal
Wawancara
Dan pengisian kuesioner










Wawancara
Dan  pengisian kuesioner
Kuesioner













Kuesioner
2 = baik apabila ada perhatian kedekatan orang tua dalam asuh, asih dan asah. Nilai ≥12
1 = kurang baik, apabila tidak ada perhatian dan kedekatan orang tua dalam asuh, asih dan asah. Nilai <12 (Wasis, 2008)
1 = Mandiri dengan kategori nilai  menjawab “ya” < 1-3 pertanyaan
2 =Ketergantungan ringan dengan kategori nilai menjawab “ya” = 4-7 pertanyaan
3 =Ketergantungan sedang dengan kategori menjawab “ya” = 8-11 pertanyaan
4 =Ketergantungan berat dengan kategori nilai menjawab nilai 1 s/d 14 pertanyaan (Wasis, 2008)
     

C.    Hipotesis
1.      Ada hubungan antara peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental usia 10-14 tahun.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Analitik korelatif, dengan rancangan Cros Sectional, artinya penelitian yang pengukuran atau pengamatanya dilakukan secara simultan pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005: 149).
Dimana metode ini bertujuan untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental usia 10-14 tahun di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi (Arikunto, 2006: 270). 

B.     Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dengan waktu penelitian dari bulan Maret- Agustus 2010.

C.    Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak retardasi mental usia 10-14 tahun di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dengan jumlah 43 orang.


30
 
 

2. Sampel
Untuk besar sampel dalam penelitian ini dan cara pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik Total Sampling, yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan pada responden orang tua yang memiliki anak retardasi mental usia 10-14 tahun yang ada di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi yaitu berjumlah 43 orang untuk dijadikan sampel yang akan diteliti. Apabila responden kurang dari 100 lebih baik diambil semua (Arikunto, 2006: 134).

D.    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan pengisian kuesioner tertutup yaitu pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui dimana jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih. Kuesioner yang  digunakan dengan pertanyaan tentang peran orang tua dan kemandirian anak retardasi mental (Arikunto, 2006: 151). 

E.     Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang akurat dan menunjang data di peroleh melalui  dua cara yaitu:



1.      Data Primer
Data primer di peroleh dari wawancara langsung dengan responden dan pengisian kuesioner oleh responden, untuk memperoleh informasi yang ingin diketahui sesuai dengan tujuan penelitian .
2.      Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari kumpulan data sebagai data penunjang atau pelengkap yang diambil dari kantor Dinas Kesehatan Kota Jambi, Data Persemester tahun 2007 - 2010 SDLB  Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dan internet.

F.     Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1.   Editing (Pembuatan Data)
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan apakah data yang sudah dikumpulkan sudah lengkap atau belum. Semua data di kumpulkan di lakukan pemeriksaan kembali tiap kuesioner diisi sesuai dengan petunjuk yang ditentukan.
2.   Coding (Pengkodean Data)
Memberikan code pada setiap data yang ada.
a.Untuk variabel dari peran orang tua:
1) Baik diberi kode 2
2) Kurang baik diberi kode 1
b. Untuk variabel dari kemandirian anak retardasi mental:
1) Mandiri diberi kode 1
2) Ketergantungan Ringan diberi kode 2
3) Ketergantungan Sedang diberi kode 3
4) Ketergantungan Berat diberi kode 4
3.   Scoring (Penetapan Skor)
Menetapkan skor (nilai) pada setiap pertanyaan kuesioner.
4.   Entry (Memasukkan Data)
Data yang telah didapat di entry dengan menggunakan komputer dan diproses dengan menggunakan program SPSS (Statistical Program Social Science).
5.   Cleaning (Pembersihan Data)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data-data yang dimasukkan ke dalam komputer dan dibersihkan untuk mencegah terjadinya kesalahan.

7 komentar: